Kebahagiaan yang di Renggut Covid-19
Indonesia menghadapi gelombang kedua pandemi COVID-19
dengan peningkatan kasus positif yang tajam sejak pertengahan Juni 2021.
Menurut data resmi pemerintah, laporan kasus harian tertinggi adalah sebanyak
56.757 kasus pada 15 Juli 2021. Hingga 5 Agustus 2021, akumulasi kasus positif
yang tercatat di Indonesia sejak awal pandemi telah mencapai 3,56 juta kasus.
Pandemi berdampak luas pada kehidupan masyarakat. Selain
pada aspek kesehatan dan keselamatan jiwa, pandemi juga memukul ekonomi banyak
keluarga di Indonesia. Keluarga Predija* (14) di Desa Daulu Sumatera Utara
adalah salah korban dari Covid-19.
Predija
adalah anak tunggal yang duduk dibangku SMP, dia memiliki karakter pendiam, tak
jarang juga dia sering di bully oleh teman-temannya karena, badan nya yang
gendut dan pendiam. Namun Predija
adalah salah satu
anak yang berprestasi
diskolahnya. Setiap hari dia menghabiskan waktunya bersama ibu
nya.
Sang ayah yang bernama Anton (52) dan istrinya yang
bernama Melda (50) bekerja sebagai seorang petani di desa Daulu Sumatera Utara,
namun karena faktor ekonomi yang rendah sang ayah terpaksa mencari nafkah
tambahan untuk kebutuhan keluarganya. Desa daulu adalah desa yang memiliki
pemandian air panas jadi sang ayah memanfaatkan waktu kosongnya untuk mengutip
uang masuk air pemandian air panas.
pada tanggal 5 juni Predija dan ibunya terpapar Covid-19,
namun hanya ayahnya yang tidak tertular. Sebelumnya sang ibu sudah memiliki penyakit kusta namun
tidak ditangani oleh dokter, Karena masih tinggal didesa yang terpencil
keluarga mereka membawa sang ibu berobat
ke pengobatan tradisional selain faktor pengetahuan alasan mereka membawa sang
ibu ke pengobatan tradisional adalah untuk menghemat pengeluaran karena faktor
ekonomi yang semakin sulit di masa pandemic.
Karena
terpapar Covid-19 Predija dan ibunya harus di isolasi
di RS Flora Kabanjahe, dengan ruangan yang terpisah. Sudah satu minggu berlalu,
Ayah narasumber hanya bisa menjenguknya di
depan pintu yang berjarak beberapa meter dari tempat tidurnya. Ketika masa isolasi berakhir Predija dan ayahnya pulang tanpa
mendapati ibunya dirumah. Namun tangis sang ayah menceritakan bahwa ibunya
sudah meninggal. Jadi selama diisolasi dirumah sakit, ibunya sudah meninggal
dunia. Dan baru mengetahui ibunya meninggal setelah dua minggu ibunya
dimakamkan.
Predija tidak mau berbicara kepada siapa pun termasuk ayahnya, dia menjadi anak yang depresi semenjak kepergian sang ibu. Kesehatan mental: pembunuh senyap yang mengintai keselamatan jiwanya, Setelah sekian lama bergelut dengan depresi,Predija sering memutuskan untuk mengakhiri hidupnya di kamar. Untung saja sang ayah melihat kejadian tersebut dan menenangkannya. Hingga saat ini Predija hanya diam dirumah dan tak ingin bebicara pada siapapun
Karena
kedepresian narasumber sang ayah sering sakit, dan menangis. Ditambah lagi
pekerjaan ayahnya hanyalah penjaga lapas yang mendapat gaji sekitar
Rp.20.000-Rp.70.000 perharinya. dengan gaji tersebut ayahnya menfkahi kehidupan
mereka termasuk uang sekolah Predija.
Komentar
Posting Komentar